Sejalan dengan perkembangan zaman, teori manajemen telah berubah untuk disesuaikan dengan perubahan sifat pekerjaan manajer. Sebagai contoh, dahulu manajer menghadapi bawahan yang melakukan tugas yang relatif tidak rumit, sedangkan banyak, jika tidak sebagian besar, manajer dewasa ini berurusan dengan individu yang melakukan pekerjaan yang rumit. Juga kita memperhatikan bahwa pemahaman mengenai pendekatan manajerial yang efektif dan tidak efektif dan pentingnya kekuatan sosial di tempat kerja terus meningkat. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi perkembangan aliran pemikiran manajemen.
Pada tahap-tahap berbeda dalam evolusi aliran pemikiran. para manajer berpegang pada model atau teori yang berbeda mengenai motivasi. Tiga dari antaranya yang akan kita bahas: model tradisional, model hubungan antar manusia, dan model sumberdaya manusia. Sebagaimana akan kita lihat, keyakinan tentang motivasi yang dimiliki manajer merupakan faktor penentu yang penting dalam upayanya mengelola orang.
1. Model Motivasi Tradisional,
Model Motivasi tradisional dikaitkan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah. Aliran ini berpendapat bahwa salah satu aspek penting pekerjaan manajer adalah memastikan bahwa para pekerja melakukan tugasnya yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efisien. Manajer menentukan bagaimana pekerjaan itu dilakukan dan menggunakan suatu sistem perangsang upah untuk memotivasi para karyawan - makin banyak yang mereka hasilkan, makin besar upah yang mereka peroleh.
Pandangan ini berasumsi bahwa karyawan pada dasarnya malas dan bahwa manajer memahami pekerjaan karyawan lebih baik daripada karyawan itu sendiri. Karyawan hanya dapat dimotivasi dengan imbalan uang dan di luar pekerjaannya, sedikit sekali yang dapat disumbangkan karyawan untuk organisasinya.
Dalam banyak situasi pendekatan ini efektif. Karena efisiensi meningkat, lebih sedikit karyawan yang dibutuhkan untuk menangani suatu tugas tertentu. Sejalan dengan perkembangan waktu, manajer mengurangi besarnya rangsangan upah. Pemutusan hu bungan kerja menjadi lazim, dan karyawan lebih mencari keamanan kerja daripada hanya
peningkatan upah yang kecil dan sementara.
2. Model Hubungan Antar Manusia
Akhirnya menjadi nyata bahwa pendekatan tradisional terhadap motivasi sudah tidak memadai lagi. Elton Mayo dan peneliti hubungan antar manusia lainnya menemukan bahwa kontak sosial yang dialami karyawan waktu bekerja juga penting dan bahwa kebosanan dan berulang-ulangnya tugas itu sendiri merupakan faktor yang mengurangi motivasi. Mayo dan peneliti lainnya juga berpendapat bahwa manajer dapat memotivasi karyawan dengan mengakui kebutuhan sosialnya dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
Akibatnya, karyawan diberi suatu kebebasan untuk mengambil keputusannya sendiri mengenai pekerjaannya. Perhatian lebih besar diberikan kepada kelompok kerja informal organisasi. Lebih banyak informasi yang diberikan kepada karyawan mengenai maksud manajer dan tentang operasi organisasi.
Dalam model tradisional, karyawan diharapkan menerima wewenang manajemen agar memungkinkan pemberian upah yang tinggi.
berdasarkan sistem yang efisien yang didisain manajemen dan dilaksanakan oleh karyawan. Dalam model hubungan antar manusia, karyawan diharapkan menerima wewenang manajemen karena supervisor memperlakukan mereka dengan penuh tenggang rasa dan penuh perhatian akan kebutuhan mereka. Akan tetapi, maksud manajer tetap sama - ingin agar karyawan menerima situasi kerja seperti yang ditetapkan oleh manajer.
3. Model Sumber Daya Manusia
Para ahli teori yang kemudian seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, mengeritik model hubungan antar manusia sebagai suatu pendekatan yang lebih canggih untuk memanipulasi karyawan. Para ahli teori ini berpendapat bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor - bukan hanya uang, atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan prestasi dan kerja yang bermakna. Menurut mereka, kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan suatu pekerjaan yang baik dan mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Mereka mengatakan bahwa karyawan ada kemungkinan memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik (bukannya melaksanakan dengan baik karena mereka dipuaskan, seperti dalam model hubungan antar manusia). Dengan demikian, karyawan dapat diberi tanggungjawab yang jauh lebih besar untuk mengambil keputusan dan melaksanakan tugasnya.
Maka, dari sudut pandangan model sumberdaya manusia, manajer tidak boleh membujuk karyawan memenuhi saran manajerial dengan menyuap mereka berupa upah yang tinggi, seperti dalam model tradisional, atau memanipulasi mereka dengan perlakuan yang penuh tenggang rasa dan penuh perhatian, seperti dalam model hubungan antar manusia. Sebaliknya, manajer harus membagi tanggungjawab untuk mencapai sasaran organisasi dan individu, dengan setiap orang yang memberikan sumbangan atas dasar minat dan kemampuannya.
Sebuah penelitian berkesimpulan bahwa para manajer kontemporer cenderung untuk meyakini dua model motivasi secara serempak. Menghadapi bawahannya, manajer cenderung beroperasi sesuai dengan model hubungan antar manusia: mereka berusaha mengurangi penolakan bawahan dan meningkatkan semangat kerja dan kepuasan. Akan tetapi, dalam diri mereka sendiri, para manajer lebih menyukai model sumberdaya manusia: Mereka merasa bakatnya sendiri belum dimanfaatkan sepenuhnya, dan mereka berupaya mendapat tanggungjawab yang lebih besar dari atasannya.
Sumber dari MANAGEMENT Edisi ketiga By. James A.E Stoner/Charles Wankel
Pada tahap-tahap berbeda dalam evolusi aliran pemikiran. para manajer berpegang pada model atau teori yang berbeda mengenai motivasi. Tiga dari antaranya yang akan kita bahas: model tradisional, model hubungan antar manusia, dan model sumberdaya manusia. Sebagaimana akan kita lihat, keyakinan tentang motivasi yang dimiliki manajer merupakan faktor penentu yang penting dalam upayanya mengelola orang.
1. Model Motivasi Tradisional,
Model Motivasi tradisional dikaitkan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah. Aliran ini berpendapat bahwa salah satu aspek penting pekerjaan manajer adalah memastikan bahwa para pekerja melakukan tugasnya yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efisien. Manajer menentukan bagaimana pekerjaan itu dilakukan dan menggunakan suatu sistem perangsang upah untuk memotivasi para karyawan - makin banyak yang mereka hasilkan, makin besar upah yang mereka peroleh.
Pandangan ini berasumsi bahwa karyawan pada dasarnya malas dan bahwa manajer memahami pekerjaan karyawan lebih baik daripada karyawan itu sendiri. Karyawan hanya dapat dimotivasi dengan imbalan uang dan di luar pekerjaannya, sedikit sekali yang dapat disumbangkan karyawan untuk organisasinya.
Dalam banyak situasi pendekatan ini efektif. Karena efisiensi meningkat, lebih sedikit karyawan yang dibutuhkan untuk menangani suatu tugas tertentu. Sejalan dengan perkembangan waktu, manajer mengurangi besarnya rangsangan upah. Pemutusan hu bungan kerja menjadi lazim, dan karyawan lebih mencari keamanan kerja daripada hanya
peningkatan upah yang kecil dan sementara.
2. Model Hubungan Antar Manusia
Akhirnya menjadi nyata bahwa pendekatan tradisional terhadap motivasi sudah tidak memadai lagi. Elton Mayo dan peneliti hubungan antar manusia lainnya menemukan bahwa kontak sosial yang dialami karyawan waktu bekerja juga penting dan bahwa kebosanan dan berulang-ulangnya tugas itu sendiri merupakan faktor yang mengurangi motivasi. Mayo dan peneliti lainnya juga berpendapat bahwa manajer dapat memotivasi karyawan dengan mengakui kebutuhan sosialnya dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
Akibatnya, karyawan diberi suatu kebebasan untuk mengambil keputusannya sendiri mengenai pekerjaannya. Perhatian lebih besar diberikan kepada kelompok kerja informal organisasi. Lebih banyak informasi yang diberikan kepada karyawan mengenai maksud manajer dan tentang operasi organisasi.
Dalam model tradisional, karyawan diharapkan menerima wewenang manajemen agar memungkinkan pemberian upah yang tinggi.
berdasarkan sistem yang efisien yang didisain manajemen dan dilaksanakan oleh karyawan. Dalam model hubungan antar manusia, karyawan diharapkan menerima wewenang manajemen karena supervisor memperlakukan mereka dengan penuh tenggang rasa dan penuh perhatian akan kebutuhan mereka. Akan tetapi, maksud manajer tetap sama - ingin agar karyawan menerima situasi kerja seperti yang ditetapkan oleh manajer.
3. Model Sumber Daya Manusia
Para ahli teori yang kemudian seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, mengeritik model hubungan antar manusia sebagai suatu pendekatan yang lebih canggih untuk memanipulasi karyawan. Para ahli teori ini berpendapat bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor - bukan hanya uang, atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan prestasi dan kerja yang bermakna. Menurut mereka, kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan suatu pekerjaan yang baik dan mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Mereka mengatakan bahwa karyawan ada kemungkinan memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik (bukannya melaksanakan dengan baik karena mereka dipuaskan, seperti dalam model hubungan antar manusia). Dengan demikian, karyawan dapat diberi tanggungjawab yang jauh lebih besar untuk mengambil keputusan dan melaksanakan tugasnya.
Maka, dari sudut pandangan model sumberdaya manusia, manajer tidak boleh membujuk karyawan memenuhi saran manajerial dengan menyuap mereka berupa upah yang tinggi, seperti dalam model tradisional, atau memanipulasi mereka dengan perlakuan yang penuh tenggang rasa dan penuh perhatian, seperti dalam model hubungan antar manusia. Sebaliknya, manajer harus membagi tanggungjawab untuk mencapai sasaran organisasi dan individu, dengan setiap orang yang memberikan sumbangan atas dasar minat dan kemampuannya.
Sebuah penelitian berkesimpulan bahwa para manajer kontemporer cenderung untuk meyakini dua model motivasi secara serempak. Menghadapi bawahannya, manajer cenderung beroperasi sesuai dengan model hubungan antar manusia: mereka berusaha mengurangi penolakan bawahan dan meningkatkan semangat kerja dan kepuasan. Akan tetapi, dalam diri mereka sendiri, para manajer lebih menyukai model sumberdaya manusia: Mereka merasa bakatnya sendiri belum dimanfaatkan sepenuhnya, dan mereka berupaya mendapat tanggungjawab yang lebih besar dari atasannya.
Sumber dari MANAGEMENT Edisi ketiga By. James A.E Stoner/Charles Wankel
No comments:
Post a Comment